Peran Kriptografi dalam Blockchain: Keamanan, Enkripsi, dan Hashing

Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi telekomunikasi, kebutuhan akan keamanan data menjadi semakin penting, terutama dengan munculnya ancaman baru dari komputasi kuantum. kriptografi enkripsi, sebagai teknologi utama dalam menjaga kerahasiaan dan integritas data, terus berkembang untuk menghadapi tantangan di masa depan. Artikel ini membahas perkembangan terbaru dalam kriptografi, termasuk standar enkripsi kunci publik, dan algoritma pembentukan kunci dalam keamanan data, serta dampak ekonomi dan risiko dari komputasi kuantum terhadap skema enkripsi saat ini. Artikel ini membahas tentang tantangan hal yang dihadapi oleh berbagai industri dalam mengadopsi teknologi enkripsi yang lebih aman dan efisien. Artikel ini juga membahas perancangan dan analisis sistem kriptografi kuantum dalam menghadapi serangan siber berbasis kuantum.
Di era saat ini kebutuhan akan keamanan data dan privasi sangat diperlukan karena perkembangan teknologi komputer membuat komputer lebih cepat ditemukan. Instansi pemerintah, perumahan, sekolah, kafe internet, rumah tangga, pribadi membuat komputer dan laptop sebagai kebutuhan untuk semua kalangan [1]. Kriptografi terus berkembang seiring dengan meningkatnya ancaman digital dan kemajuan teknologi. Salah satu perkembangan signifikan adalah pada enkripsi kunci publik (Public-Key Encryption), yang menjadi tulang punggung keamanan digital saat ini.
Kriptografi sendiri memiliki arti ilmu dan seni untuk menjaga keamanan pesan sedangkan menurut ahli lain kriptografi adalah ilmu yang mempelajari teknik-teknik matematika yang berhubungan dengan aspek keamanan informasi seperti kerahasiaan, integritas data, otentikasi dan anti penyangkalan [1]. National Institute of Standards and Technology sedang dalam proses pemilihan algoritma kriptografi kunci publik melalui proses publik yang mirip kompetisi. Standar kriptografi kunci publik yang baru akan menetapkan enkripsi kunci publik, algoritma pembentukan kunci dan blockchain [2].
Enkripsi adalah salah satu teknik utama dalam kriptografi. Ini melibatkan proses mengubah data atau informasi (plaintext) menjadi bentuk yang tidak dapat dibaca (ciphertext) menggunakan algoritma kriptografi dan kunci enkripsi.
Jenis enkripsi yang umum digunakan adalah:
Enkripsi Simetris (Symmetric Encryption): Algoritma yang menggunakan kunci yang sama untuk proses enkripsi dan dekripsi. Contoh algoritma enkripsi simetris adalah AES (Advanced Encryption Standard).
Enkripsi Asimetris (Asymmetric Encryption): Menggunakan sepasang kunci, yaitu kunci publik untuk enkripsi dan kunci privat untuk dekripsi. Algoritma populer untuk enkripsi asimetris adalah RSA (Rivest-Shamir-Adleman).
1. Perkembangan standar enkripsi pascakuantum
Komputasi kuantum diprediksi akan memecahkan sebagian besar skema enkripsi tradisional yang ada saat ini, seperti RSA dan ECC (Elliptic Curve Cryptography) [2]. Untuk mengatasi ancaman ini, National Institute of Standards and Technology (NIST) telah merilis standar enkripsi pascakuantum yang dirancang untuk memastikan keamanan data dalam menghadapi serangan kuantum. Komputasi kuantum telah beralih dari eksplorasi teoretis ke aplikasi praktis dengan dampak signifikan pada kriptografi [3]. Tiga algoritma enkripsi pascakuantum yang pertama telah diadopsi dan diharapkan akan menjadi pondasi dalam menjaga infrastruktur keamanan digital di berbagai industri, khususnya yang menangani informasi yang cukup sensitif.
2. Perkembangan dalam Kriptografi dengan Enkripsi Kunci Publik
Kriptografi terus berkembang seiring dengan meningkatnya ancaman digital dan kemajuan teknologi. Salah satu perkembangan signifikan adalah pada enkripsi kunci publik (Public-Key Encryption), yang menjadi tulang punggung keamanan digital saat ini. Enkripsi kunci publik menggunakan dua kunci yang berbeda—kunci publik untuk mengenkripsi data dan kunci privat untuk mendekripsinya. Salah satu algoritma paling terkenal adalah RSA (Rivest-Shamir-Adleman), yang telah menjadi standar sejak tahun 1977 [4]. Dan pada tahun 1982, para penemu mendirikan RSA Data Security. Pada tahun 1995, RSA Data Security meluncurkan sisi bisnis sertifikat digital sebagai VeriSign. Hingga saat ini, jutaan salinan teknologi enkripsi dan autentikasi RSA telah terpasang di seluruh dunia [4].Meskipun efektif, RSA kini mulai menghadapi tantangan dari ancaman komputasi kuantum, yang memiliki kemampuan untuk memecahkan algoritma ini jauh lebih cepat dibandingkan komputer klasik.
3. Kriptografi dan Keamanan Blockchain
Blockchain bisa diartikan seperti teknologi buku besar terdesentralisasi (decentralized ledger technology) yang memungkinkan penyimpanan data atau transaksi secara aman tanpa perlu otoritas pusat [5]. Agar ini bisa terjadi, blockchain menggunakan dua teknik utama dari Kriptografi yaitu Kunci Publik (Public-Key Cryptography): Setiap pengguna di blockchain memiliki sepasang kunci, yaitu kunci publik dan kunci privat. Kunci publik digunakan untuk menerima transaksi, dan kunci privat digunakan untuk menandatangani transaksi. Dengan cara ini, hanya pemilik kunci privat yang bisa memvalidasi atau mengesahkan transaksi.
Contoh Ketika seseorang mengirim mata uang kripto (seperti Bitcoin), mereka menggunakan kunci privat untuk menandatangani transaksi, membuktikan bahwa mereka adalah pemilik sebenarnya dari aset tersebut. Kemudian penerima bisa memverifikasi transaksi menggunakan kunci publik pengirim.
4. Blockchain menggunakan algoritma hashing
Dalam sistem keamanan data blockchain, blok adalah rekaman transaksi baru yang berarti Lokasi data, seperti data medis, data informasi penting, bahkan hasil pemungutan suara. Blok tersebut ditambahkan ke rantai, sehingga tercipta rantai blockchain [6]. Karena untuk memastikan integritas data di dalam blok. Algoritma hash (seperti SHA-256 yang digunakan di Bitcoin) mengubah data apa pun menjadi rangkaian angka dan huruf tetap. Fitur hashing(SHA256) yang penting adalah:
Deterministik: Setiap input menghasilkan hash yang sama.
Tahan manipulasi: Sedikit perubahan dalam data akan menghasilkan hash yang berbeda secara drastis.
Keamanan: Sulit sekali (secara komputasional) untuk memulihkan data asli dari hash.
Setiap blok dalam blockchain berisi hash dari blok sebelumnya, menciptakan rantai yang sangat aman. Jika seseorang mencoba mengubah isi blok, hash dari blok tersebut akan berubah, dan karena setiap blok saling terkait melalui hash, seluruh rantai akan terpengaruh, membuat perubahan mudah terdeteksi.
Dampak pada Ekonomi dan Perindustrian
Penggunaan teknologi blockchain memberikan dampak positif pada transparansi transaksi keuangan perbankan. Blockchain menyediakan bukti transaksi yang dapat diverifikasi secara terbuka oleh semua pihak yang berkepentingan. Hal ini membantu memperkuat kepercayaan nasabah dan otoritas syariah terhadap integritas perbankan [7]. Solusi tersebut membawa potensi ekonomi yang besar, juga menimbulkan tantangan signifikan bagi keamanan data. Dengan kemampuan untuk memecahkan algoritma enkripsi saat ini, komputasi kuantum berisiko merusak infrastruktur digital global jika tidak diantisipasi. Industri finansial dan sektor-sektor lain yang sangat bergantung pada keamanan data harus mulai mengembangkan strategi pascakuantum untuk mempertahankan kerahasiaan dan integritas data mereka.
Selain itu, blockchain yang dibangun di atas enkripsi dan kriptografi telah membawa perubahan besar dalam cara data dan transaksi dikelola di dalam dunia digital. Kombinasi kriptografi dan blockchain telah menciptakan sistem yang dapat diandalkan untuk penyimpanan data tanpa pusat control [4]. Seperti yang sudah terjadi saat ini blockchain digunakan dalam mata uang kripto (Bitcoin, Ethereum), kontrak pintar, manajemen rantai pasokan, identitas digital, dan banyak aplikasi lainnya.
Tantangan dalam Implementasi Teknologi Enkripsi
Meskipun enkripsi menjadi solusi utama dalam menjaga keamanan data, banyak organisasi menghadapi tantangan dalam mengadopsi teknologi ini. Tantangan utama termasuk kesulitan dalam menemukan dan mengklasifikasikan data yang perlu dienkripsi, serta dampak negatif terhadap kinerja jaringan yang diakibatkan oleh kompleksitas algoritma enkripsi yang lebih canggih.
Dengan munculnya komputasi kuantum tersebut, teknologi ini menghadapi tantangan baru. Yang mana komputasi kuantum memiliki potensi untuk memecahkan algoritma enkripsi tradisional yang digunakan dalam blockchain seperti RSA [5]. Oleh karena itu, banyak penelitian saat ini berfokus pada pengembangan algoritma pascakuantum untuk memastikan blockchain tetap aman di era komputasi kuantum. Hingga saat ini banyak penelitian tentang keterbatasan dan tantangan karakteristik penggunaan AI dalam keamanan siber. Penelitian mencakup isu-isu seperti potensi sistem AI ditipu oleh serangan adversarial yang canggih, ketergantungan yang signifikan pada kuantitas dan kualitas data, dan pertimbangan etika seputar pengambilan keputusan otomatis [8].
Perkembangan kriptografi dan enkripsi kunci publik sangat pesat, terutama dalam menghadapi ancaman komputasi kuantum. Standar pascakuantum adalah upaya penting untuk melindungi data di masa depan, namun tantangan implementasi, biaya, dan kinerja masih menjadi hambatan besar yang harus dihadapi oleh industri global [2]. Standar tersebut menunjukkan bahwa keamanan data terus beradaptasi dengan ancaman yang semakin canggih. Namun, tantangan signifikan masih ada, terutama dalam hal adopsi teknologi dan kesiapan menghadapi masa depan. Kriptografi enkripsi adalah inti dari keamanan dan keandalan blockchain. Tanpa kriptografi, blockchain tidak akan memiliki mekanisme untuk melindungi data, menjaga privasi, dan memastikan keabsahan transaksi. Algoritma hashing, kriptografi kunci publik, dan enkripsi semuanya bekerja sama untuk menjaga integritas, keamanan, dan ketidakberubahan jaringan blockchain.
Referensi
[1] M. Natsir, “Pengembangan Prototype Sistem Kriptografi Untuk Enkripsi Dan Dekripsi Data Office,” Jurnal, vol. 6, pp. 2089–5615, 2018.
[2] M. V. Yesina, Y. V. Ostrianska, and I. D. Gorbenko, “Status report on the third round of the NIST post-quantum cryptography standardization process,” Radiotekhnika, no. 210, pp. 75–86, 2022, doi: 10.30837/rt.2022.3.210.05.
[3] G. Parpunguan and H. Panjaitan, “Sistem Kriptografi Kuantum Perancangan dan Analisis Sistem Kriptografi Kuantum dalam Menghadapi Cyber Attack Quantum,” no. 18221159, 2024.
[4] M. Rivki, A. M. Bachtiar, T. Informatika, F. Teknik, and U. K. Indonesia, “No 主観的健康感を中心とした在宅高齢者における 健康関連指標に関する共分散構造分析Title,” no. 112, pp. 12–14.
[5] B. Irawan, “Implementasi Teknologi Blockchain Untuk Keamanan Data Internet of Things,” J. Ilm. Multi Disiplin Indones., vol. 2, no. 9, pp. 1944–1953, 2023, [Online]. Available: https://journal.ikopin.ac.id/index.php/humantech/article/view/3387
[6] N. A. Mulyadi and Y. D. Setianto, “Analisa Kemungkinan Algoritma Sha256 & Algoritma Scrypt Dalam Menemukan Blok Baru Pada Teknologi Blockchain,” Proxies J. Inform., vol. 2, no. 1, p. 19, 2021, doi: 10.24167/proxies.v2i1.3197.
[7] M. Bahanan and M. Wahyudi, “Analisis Pengaruh Penggunaan Teknologi Blockchain Dalam Transaksi Keuangan Pada Perbankan Syariah,” Open J. Syst. Semnasteknomedia Online, vol. 2, no. 1, pp. 43–54, 2023, [Online]. Available: https://doi.org/10.55606/religion.v1i6.830%0Ahttps://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/46344%0Ahttps://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/46344/16421182.pdf?sequence=1&isAllowed=y%0Ahttps://www.ojs.amikom.ac.id/index.php/semnasteknomedia/article/
[8] M. Roshanaei, M. R. Khan, and N. N. Sylvester, “Enhancing Cybersecurity through AI and ML: Strategies, Challenges, and Future Directions,” J. Inf. Secur., vol. 15, no. 03, pp. 320–339, 2024, doi: 10.4236/jis.2024.153019.